Pages

animasi

You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

Minggu, 27 Oktober 2013

bk



Perasaanq
          Maaf ya xlo tulisan di bawah ini menyinggung perasaan kalian . ini demi tugas blogq .yang nyuruh guru BK q. xlo jelek jangan d ledek eya . aq maluuu.. udah dech langsung aja……………….
          Waktu aku masih kecil aq punya kenangan yang tak akan pernah biasa ku lupakan . kira kira aku masih kelas 4 MI. pengalamanq yaitu di ajak liburan ke ancol ibuk n bapak. Yang aku ingat disana aq foto sama ondel_ondel,coz naik kapal ke istana boneka. Tapi ada yang ku ingat lagie lho yaitu aku mijet perutnya si ondel_ondel teryata perutnya emmmmmmmmmmmpuukk banget. Udah ya pengalamanku yang asik n tak kan pernah u lupakn sampai beeeeeeeeeeesssssssssssssuuuuuuuuuuuuuuuggggggggggggg, gentian pengalaman ku yang menyakitkan(menyedihkan)..
          Di saat ku smp emang aku nakal . tpi sekarang aq dach g nakal lagie semenjak smk. D smp aq pernah d khianati seorang cwok . tau gk rasanya sakit banget nuw. Sampai2 tak akan ku lupakn . cwok itu main mata degan temanq tpi beda kalas ma q, awalnya si ada yang ngadu domba aq sama si cwek itu. Cwek itu g tau xlo aq udach pcran ma dia .coz cwek itu langsung minta maaf ke aku. Rasanya sakit banget di duain . tapi gk apa2 kok udah ada pengantinya yang setia. Tapi sayange mantanq tak putusin dia gk mau. Ya udah lah terserah dia ada. Salah nya sendiri yang suruh hianatin aq sp ??? biar dia tau rasa… udah ya brooo cukup sak mene wae pengent tau lebih lanjut hub. Aq….ok

profil




PROFILQ

            NAMA                                      : FARIKHAHEKA RIZKIANA
            TTL                                          : KUDUS,27 APRIL 1997
            ALAMAT                                  : PIJI DAWE KUDUS
            CITA-CITA                                : DOKTER
            HOBY                                       : CHATING
            FACEBOOK                              : IKKA CLALLUMENANTIMUE
            AGAMA                                   : ISLAM
            STATUS                                    ; MILIK ORTU
            MOTTO                                   ; JANGANLAH BERPUTUS ASA
            RIWAYAT PENDIDIKAN            :_RA.HIDAYATUL MUSTAFIDIN
                                                            _MINU NAHDLOTUL WATHON
                                                            _SMP 1 BAE KUDUS
                                                            _SMK MAMBAUL FALAH

           

sejarah rejenu




1.     Mengenal Sejarah makam Rejenu
Di  wilayah desa Japan  terdapat sebuah makam seorang wali yang di banyak dikunjungi para peziarah baik dari masyarakat sekitar maupun dari luar kabupaten kudus . Makam tersebut dianggap bertuah bagi masyarakat pada umumnya. Banyak pendatang dari segala penjuru kota berbondong-bondong berziarah di makam tersebut untuk berdoa dan bermunajad kepada Allah dengan berbagai berbagai tujuan.
Dari sumber yang dapat di percaya, konon pada zaman dahulu sekitar tahun 1922 M ada 3 orang musafir dari arab sedang mencari makam leluhur. Mereka mencari makam tersebut mulai dari Banten, Cirebon, Pekalongan, Demak dan sampailah di Kudus. Tetapi belum juga menemukan apa yang mereka cari. Sampai suatu ketika mereka ingin mencarinya ke gunung muria mungkin ada, tetapi mereka kemalaman diperjalanan dan akhirnya beristirahat disebuah masjid di desa piji dan bertemu seorang kyai. Mereka berbincang-bincang tentang apa tujuan 3 orang musafir tersebut. Kemudian kyai tersebut menyarankan untuk mencarinya ke gunung muria, tetapi tetap tidak ada. Ada seorang laki-laki tua  yang mengatakan bahwa di rejenu ada sebuah makam kuno tetapi tidak tahu makam siapa. Mendengar cerita tersebut, menjadikan 3 orang musafir sangat penasaran. Maka di carilah ke rejenu.
 Di bawah pohon besar yang sangat tua itulah terdapat makam kuno yang di anggap petuah. Kemudian di ambil tanah makam tersebut oleh 3 orang musafir tersebut dengan membacakan takbir 3x. Subhanaallah dengan bacaan takbir, 3 orang musafir tersebut mengetahui siapa yang menghuni makam itu. Dan ternyata makam yang di ceritakan seorang laki-laki tua itu adalah makam leluhurnya yang selama ini dicarinya.
Masyarakat sekitar biasa memanggilnya Syeh Sadli yang berasal dari bahasa arab “ Syeh Khasan Sadzali”. Ternyata makam Syeh Sadzali ratusan tahun lebih dulu ada dari pada makam Walisongo yang ada di Pulau Jawa. Menurut juru kunci makam Rejenu, Syeh Sadzali adalah seorang guru dari Sunan Muria Kangjeng Raden Umar Sa’id. Tetapi opini tersebut belum bisa di lacak kebenarannya.

2.     Tradisi di makam Rejenu

Bukak Luwur
Makam Syeh Sadzali mulai ramai diziarahi masyarakat sekitar tahun 80an dan jalan menuju kesana pada waktu itu masih berupa semak-semak belukar. Lama kelamaan mulai dibangun  jalan dan akhirnya dibuatkan rabat beton dan bisa dilalui kendaraan roda dua. Sehingga para peziarah bisa sampai ke makam tersebut dengan menggunakan jasa ojek. Seperti makam-makam wali yang lain, dimakam Syeh Sadzali terdapat sebuah tradisi yang di laksanakan setiap setahun sekali yaitu ‘Bukak Luwur’. Bukak luwur adalah tradisi mengganti selambu putih(mori) yang menyelimuti seluruh makam. bukak luwur Syeh Sadzali di laksanakan pada tanggal 25 Syura. Mengapa tanggal demikian???? Karena tanggal tersebut telah menjadi kesepakatan para tokoh masyarakat atas petunjuk dari para kyai/ulama’ besar. Pada acara khaul/bukak luwur tersebut diadakan berbagai kegiatan seperti halnya pengajian, khatam Al-Qur’an, tahlil, kenduren nasi tumpeng.
Uniknya kelambu atau kain putih bekas penutup makam tersebut menjadi rebutan masyarakat karena untuk mendapatkan “berkah” dari wali yang bersangkutan. Masyarakat meyakini bahwa atsar doa dari para peziarah menempel pada kain luwur tersebut.
Air 3 Rasa


Selain terdapat makam Syeh Sadzali, di rejenu juga terdapat 3 buah kolam kecil yang berisi air yang sangat jernih. Yang menjadikan kolam itu beda adalah rasa yang berbeda-beda. Mengapa bisa demikian???  Sampai sekarang bukti yang jelas belum bisa di temukan. Tetapi menurut alamiah  kolam tersebut telah tercampur dengan getah dari akar pohon-pohon yang ada di atasnya, sehingga bisa menimbukan rasa yang bermacam-macam.


Anehnya di samping air 3 rasa tersebut juga terdapat air yang biasa digunakan untuk wudlu tetapi rasanya tawar.

Tradisi/kebiasaan masyarakat sekitar ataupun peziarah yang datang ke rejenu tidak afdhol jika tidak mencicipi atau mengambil air 3 rasa tersebut. Menurut kepercayaan, air tersebut berkhasiat menyembuhkan segala penyakit. Yang paling hebatnya air tersebut tidak pernah habis walaupun pada musim kemarau, dan jika diambil airnya rasanya tidak akan pernah hilang sampai berbulan-bulan. Tetapi semua hanya tergantung niat dan kepercayaan masing-masing kepada Allah SWT yang telah menciptakan segalanya di dunia ini. Kita patut bersyukur atas segala apa yang telah diberikan kepada kita semua.







Tugas Individu:
SEJARAH KEBUDAYAAN KABUPATEN KUDUS (JAWA TENGAH)

Oleh:


PRODI PEND. IPS TERPADU
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
TAHUN AKADEMIK
2012/2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah ”Sejarah Kebudayaan Kabupaten Kudus (Jawa Tengah) tepat pada waktunya.
Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Dosen Mata Kuliah Kapita Selekta Sejarah Kebudayaan Indonesia.
Atas segala bantuan, bimbingan dan pengarahan yang telah diberikan kepada penulis selama melakukan Penulisan hingga selesainya penyusunan Makalah ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa Makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik membangun dari berbagai pihak untuk kesempurnaan Makalah ini.
Akhirnya penulis berharap semoga Makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan terutama di bidang Pendidikan IPS.


Makassar, Oktober  2012

 Penyusun






PEMBAHASAN
A.    TENTANG KABUPATEN KUDUS
Nama "Kudus" berasal dari Bahasa Arab yang berarti suci. Sebagian besar wilayah Kabupaten Kudus adalah dataran rendah. Di sebagian wilayah utara terdapat pegunungan (yaitu Gunung Muria), dengan puncak Gunung Saptorenggo (1.602 m dpl), Gunung Rahtawu (1.522 m dpl), dan Gunung Argojembangan (1.410 m dpl). Sungai terbesar adalah Sungai Serang yang mengalir di sebelah barat, membatasi Kabupaten Kudus dengan Kabupaten Demak. Kudus dibelah oleh Sungai Gelis di bagian tengah sehingga terdapat istilah Kudus Barat dan Kudus Timur.
Kabupaten Kudus terdiri atas 9 kecamatan, yang dibagi lagi atas 123 desa dan 9 kelurahan. Pusat pemerintahan berada di Kecamatan Kota Kudus. Kudus merupakan kabupaten dengan wilayah terkecil dan memiliki jumlah kecamatan paling sedikit di Jawa Tengah. Kabupaten Kudus terbagi menjadi 3 wilayah pembantu bupati (kawedanan), yaitu: (1) Kawedanan Kota (Kec. Kota, Jati dan Undaan). (2) Kawedanan Cendono (Kec. Bae, Dawe, Gebog dan Kaliwungu). (3) Kawedanan Tenggeles (Kec. Mejobo dan Jekulo).
B.     KEBUDAYAAN KABUPATEN KUDUS
Wisata Budaya Ampyang
Warga Loram Kulon, Kecamatan Jati, Kabupaten Kudus mempunyai tradisi unik dalam memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW. Tradisi itu dinamakan Ampyang dengan menyajikan makanan yang dihiasi dengan "ampyang" atau krupuk yang diarak keliling desa, sebelum menuju ke Masjid Wali At Taqwa di Desa Loram Kulon. 
Peserta kirab tradisi ampyang terdiri dari, kelompok pelajar dari sejumlah sekolah tingkat SLTP, SLTA, TK, aktivis mushola, organisasi massa dan pengusaha lokal yang membawakan pertunjukkan kesenian. 

Seusai diarak, ampyang diserahkan ke pengurus mesjid untuk dikumpulkan dan didoakan. Acara selanjutnya adalah membagikan sesaji tersebut ke masyarakat. Diharapkan dengan adanya tradisi ini masyarakat tetap instropeksi diri dan berperilaku yang mencerminkan sifat-sifat yang dimiliki Nabi Muhammad. 

Wisata Budaya Dandangan

Dandangan merupakan tradisi menyambut datangnya Bulan Ramadhan yang dilaksanakan di sekitar Menara Kudus. Dandangan sendiri diambil dari suara bedug menara Kudus yang berbunyi dang dang dang dang. Tradisi ini sudah berlangsung sejak Sunan Kudus. 
Puncak acara adalah pada malam 1 Ramadhan dimana masyarakat berkumpul di sekitar Masjid Menara Kudus untuk mendengarkan pengumuman dan bedug yang dipukul bertalu-talu sebagai tanda dimulainya ibadah puasa keesokan harinya. 
Banyaknya masyarakat yang berkumpul tersebut dimanfaatkan para pedagang kecil dan mainan anak-anak untuk menjajakan dagangannya. Waktu yang paling ramai dikunjungi adalah malah hari, dimana pengunjung terdiri dari orang dewasa dan anak-anak. Tradisi ini dimulai pelaksanaan 7 hari sebelum Ramadhan.

Wisata Budaya Kupatan

Kupatan merupakan salah satu tradisi Jawa yang berlangsung seminggu setelah Hari Raya Idul Fitri. Dinamakan Kupatan karena pada hari itu, yakni hari ke-7 setelah perayaan 1 Syawal masyarakat membuat kupat (ketupat). Tradisi ini sangat terasa jika kita berada di kota Kudus, Jepara, Pati, Demak, Kendal, dan beberapa daerah terutama di pantura. 
Pada hari Bakda Kupatan itu, sebagian masyarakat Kudus, Jepara, dan sekitar merayakannya dengan mengunjungi tempat-tempat tertentu, misalnya Bulusan di Kudus, Pantai Kartini dan Bandengan di Jepara. Tempat tersebut sampai sekarang masih menjadi tempat favorit untuk menghabiskan Hari Raya Kupatan.Bulusan Kudus, oleh sebagian orang dipercaya sebagai tempat ritual pemandian dengan harapan mendapatkan jodoh bagi muda-mudi. Bulusan menurut cerita rakyat merupakan tempat Sunan Muria kali pertama mengeluarkan fatwa (sabda/ dhawuh): jeg kula wonten mriki sampun wonten. Kata-kata inilah yang konon menjadi nama daerah Jekulo (sekarang nama kecamatan dan desa di kabupaten Kudus ). 
Konon dulu bulus-bulus (kura-kura) itu adalah penjelmaan orang-orang yang tidak mematuhi dhawuh Sunan Muria, yang setiap lewat daerah itu, Sunan Muria memberikan makanan pada bulus-bulus itu. Namun sekarang bulusnya sudah tidak ada. Acara di Desa Colo, Kecamatan Dawe Kudus itu sejak 2009 ini adalah tahun ketiga memperingati tradisi Kupatan dengan merayakan upacara seribu kupat yang telah tercatat dalam rekor Muri. Seribu ketupat diarak sekeliling Colo menuju makam Sunan Muria, kemudian dibacakan doa oleh ulama dan kemudian ketupat itu dibagikan kepada masyarakat, yang biasanya saling berebut ketupat karena sebagian memercayai bisa membawa berkah.
Tidak diketahui persis kapan mulai tumbuh dan berkembangnya tradisi dan apa makna filosofi dari perayaan tersebut. Ada yang berpendapat bahwa Kupatan merupakan hari rayanya orang yang berpuasa 6 hari pada seminggu setelah Lebaran hari pertama (tanggal 2-7 Syawal). 
Pendapat lain mengatakan bahwa kupatan adalah berasal dari kata ngaku lepat, artinya mengaku salah. Kupatan berarti (ngaku) kalepatan, mengakui pernah berbuat salah. Apapun makna dan filosofinya, Kupatan merupakan bagian tradisi yang penuh dengan nuansa khususnya Jawa. Kupatan telah menjadi Hari Raya yang ke-2 pada bulan Syawal setelah Idul Fitri. Secara sosiologis, seolah Kupatan telah mengajarkan arti pentingnya saling bertemu dan saling mengakui kesalahan serta memaafkan satu dengan yang lainnya.
Dalam filosofi Jawa Kupatan bukan hanya sebuah tradisi Lebaran dengan menghidangkan ketupat, sejenis makanan atau beras yang dimasak dan dibungkus daun janur berbentuk prisma maupun segi empat sebab Kupatan memiliki makna dan filososi mendalam. Tradisi itu berangkat dari upaya-upaya Walisongo memasukkan ajaran Islam. Karena zaman dulu orang Jawa selalu menggunakan simbol-simbol tertentu, akhirnya Walisongo memanfaatkan cara tersebut sehingga tradisi itu menggunakan simbol janur atau daun kelapa muda berwarna kuning.  
Salah satu pertimbangannya adalah janur biasa digunakan masyarakat Jawa dalam suasana suka cita. Umumnya, dipasang saat ada pesta pernikahan atau momen yang menggembirakan. Janur dalam bahasa Arab berasal dari kata ja a nur atau telah datang cahaya. Sebuah harapan cahaya menuju rahmat Allah, sehingga terwujud negeri yang makmur dan penuh berkah. Sedangkan isinya, dipilih beras kualitas terbaik yang dimasak jadi satu sehingga membentuk gumpalan beras yang sangat kempel. Ini pun memiliki makna tersendiri, yakni kebersamaan dan kemakmuran.
Dari sisi bahasa, kupat berarti ngaku lepat atau mengakui kesalahan. Berkaitan  dengan momen Lebaran, Kupatan mengusung semangat saling memaafkan, semangat tobat pada Allah dan sesama manusia. Dengan harapan, tidak akan lagi menodai dengan kesalahan pada masa depan. 
Kupat dalam bahasa Arab adalah bentuk jamak dari kafi, yakni kuffat yang berarti sudah cukup harapan. Jadi, dengan berpuasa satu bulan penuh pada bulan Ramadan, kemudian Lebaran 1 Syawal, dan dilanjutkan dengan puasa sunah enam hari Syawal, maka orang-orang kuffat , merasa cukup ibadahnya, sebagaimana Hadis Nabi, dan hal itu bagaikan berpuasa selama satu tahun penuh. 

Wisata Budaya Buka Luwur

Buka Luwur adalah upacara penggantian luwur atau kain mori yang digunakan untuk membungkus jirat, nisan, dan cungkup makam Sunan Kudus. Acara yang dilaksanakan setiap tanggal 10 Muharram itu sebenarnya acara pemasangan luwur yang baru. Buka luwurnya sendiri, sejak 6 tahun terakhir, dilakukan pada tiap tanggal 1 Muharram. Sebenarnya tanggal itu bukan tanggal wafat Sunan Kudus karena tidak ada yang mengetahuinya secara pasti. 
Upacara Buka Luwur setiap tahunnya memiliki serangkaian ritus. Jamas keris atau mencuci keris pusaka Sunan Kudus merupakan bagian dari ritus awal. Penjamasan Keris luk sembilan Kiai Cinthoko atau sering disebut Kiai Cipthoko, jatuh pada setiap hari Senin atau Kamis pertama setelah hari Tasyriq (tanggal 11-13 Dzul Hijjah). Air yang digunakan untuk menjamas adalah air rendaman merang ketan hitam, dan penjemurannya pun di atas brambut ketan hitam pula. Dan seusai penjamasan dihidangkan suguhan atau banca'an berupa jajan pasar. Konon, selama proses penjamasan keris pusaka Sunan Kudus ini, keadaan cuaca selalu timbreng, yakni cuaca tidak dalam keadaan terik matahari dan tidak pula mendung, apalagi hujan. 

Ritus yang cukup penting adalah membuka kain mori makam Sunan Kudus. Acara membuka luwur itu dilakukan pada tanggal 1 Muharram. Sejak tanggal itu sampai dengan puncak acara pemasangan luwur baru, diwarnai dengan berbagai ritus. Pada malam tanggal 9 Muharram digelar acara terbangan dan pembacaan Kitab Barzanji atau Maulid Nabi, dan diakhiri dengan Do'a Rasul. Pagi harinya, yaitu tanggal 9 Muharram pagi, dilakukan khataman al-Qur'an bi al-ghaib, dan dilanjutkan dengan penyembelihan hewan seperti kerbau dan kambing sumbangan dari masyarakat yang akan dibagikan kembali kepada masyarakat. 
Pada malam tanggal 10 Muharram digelar tahlil dan pengajian umum. Puncak acara Buka Luwur adalah pada tanggal 10 Muharram, yaitu pemasangan luwur baru. Acara Buka Luwur yang berpusat di Tajug (joglo tempat penerimaan tamu) itu dilakukan dengan beberapa prosesi, di antaranya adalah pembacaan riwayat Sunan Kudus, dilanjutkan dengan pembacaan kalimat tasbih bersama-sama. Rangkaian prosesi di Tajug ini diakhiri dengan pemasangan luwur baru dan ditutup dengan pembacaan tahlil berikut doanya. Pada hari yang sama, masyarakat ikut “berpesta” dengan memperebutkan makanan berupa nasi dan daging yang dibungkus daun jati.

Wisata Budaya Pakaian Adat Kudus

Pakaian Adat Wanita
·         Caping Kalo
·         Baju kurung beludru
·         Jarik/Sinjang Laseman
·         Selendang Tohwatu
·         Selop kelompen
·         Aksesoris kepala dan leher yaitu sanggul besar dengan cunduk mentul berjumlah lima atau tiga buah, Suweng beras kecer atau suweng babon angkrem, kalung (sangsang) robyong berjuntai lima (5) atau berjuntai sembilan (9), menghiasi leher sampai dengan dadanya, kancing peniti dari keping mata uang: ece, ukon, rupih atau ringgit, gelang lungwi, cincin Sigar Penjalin
Pakaian Adat Pria
·         Blangkon gaya Surakarta
·         Beskap Kudusan
·         Jarik Laseman
·         Selop alas kaki
·         Ikat pinggang atau Timang
·         Keris motif Gayaman atau ladrangan
Nilai Filosofis
Caping kalo tutup kepala bentuknya bulat melambangkan bahwa setiap manusia wajib berpasrah diri secara bulat dan untuk kepada Sang Maha Pencipta, Allah S.W.T, Caping Kalo : melambangkan manusia supaya mampu menutup telinga (nacapi kuping), terhadap suara-suara negatif yang merugikan kehidupan, sebab disana banyak segala kemungkinan ( kae-lhoooooo [dalam bahasa Indonesia artinya : disana lho] ) yang perlu diwaspadai.

Kalung robyong berjuntai lima atau Sembilan melambangkan bawalah kemana saja (kalungake; Jw.) sebagai pegangan hidup yaitu lima rukun Islam, yang diajarkan oleh para wali di tanah Jawa (Wali Songo), tentang Iman dan Islam. Lakukanlah secara berobyong (kebersamaan seiman guna mencapai kebahagiaan dunia/akhirat).
Kancing peniti berupa uang emas direnteng melambangkan bahwa manusia harus menghargai nilai-nilai iman sampai ke dalam relung hati, kancinglah (kuncilah/tutuplah) segala sesuatu yang biasanya menggoda hati manusia dan menghancurkan manusia. Terimalah dengan senang hati bila dihinakan (diece-kancing-ece), teguhlah kepada berbagai cita-cita mulia (rupi-rupi-pengarah-kancing rupiah Jw.), agar nilai hidupmu tetap bernilai tinggi, lebih tinggi dari uang ringgit emas di dadamu.
Gelang Lungwi melambangkan Pagari dan ikatlah kedua tanganmu seerat dan sekuat tali lungwi, yaitu tali tampar yang terbuat dari kulit bambu apus agar tanganmu terkendali dan tidak terjerumus melakukan perbuatan tercela, yang meskipun secara lahiriah tampak menguntungkan, tetapi sebenarnya manusia tertipu (kapusan-pringapus).Berbuatlah engkau seperti elungnya uwi (pucuk jalur tanaman ubi), selalu merunduk meskipun berusaha berdiri. Kaum muda harus waspada karena masih hijau pengalamannya (pucuk elung uwi hijau muda), karena setiap kelengahan akan mudah patah (masih muda/lunak) dan kahirnya pasti merugi.

Gelung Sanggul Bercunduk Mentul melambangkan janganlah mahligai dirimu tidak terawat, aturlah dengan kebulatan tekad pasrahmu dan sisipkan angan citamu perbuatan yang mikolohi serta cundhuk (sesuai) dengan mentul merunduknya imanmu. Jadikanlah tingkah lakumu yang membuat mentul, bijaksana serta adil.
Keris pusaka melambangkan disengker cikben ora miris. Pusaka piyandel harus selalu melekat pada tubuh manusia, agar tidak mengalami keraguan atau ketakutan dan guna memperoleh ketenangan jiwa bawalah pusaka. Yang paling ampuh ialah kalimat syahadat.. Janganlah manusia lepas dari kalimat syahadat karena bila terlepas bisa menghantarkan manusia ke neraka.Bersikaplah gagah kesatria, karena pusaka sudah melekat pada tubuhmu.

Jam Gandul Berantai Emas jam melambangkan petunjuk tentang waktu, seharusnya tidak boleh menunda waktu ibadah lima waktu dimana saja, jaga aja nganti kesundhul (gandhul) wektu amarga kena godha rentengana ngoyak bondho (emas).Tegasnya demi waktu janganlah ibadah menjadi tertunda akibat terlilit oleh harta benda.
Blangkon/ikat kepala memberikan peringatan kepada manusia agar bersikap lebih terbuka dan jangan suka memberi perintah kepada orang lain (blakblakan lan aja tukang sepakon atau blangkon). Lindungilah otakmu dari semua gangguan, ikatlah seerat mungkin tekadmu demi kebagusan (kebaikan).
Suweng Beras Kecer/Babon Angkrem memberi peringatan kepada manusia agar jangan berbuat gegabah jangan tergesa-gesa berbuat meskipun dibakar oleh santer/kekerasannya suara dan informasi yang membangkitkan amarah. (Suweng = aja kesusu ngaweng/nyabet, sanajan beda laras, hammangkelake lan ngekecer wirang).Tutuplah telinga rapat-rapat dan redamlah suara negatif meskipun menyakitkan hati, karena semua cercaan, hinaan, cemoohan dan ejekan adalah pundi-pundi kebahagiaan.
Wisata Budaya Rumah Adat Kudus
Rumah Adat Kudus, yang menurut kajian historis-arkeologis, telah ditemukan pada tahun 1500 – an M, dibangun dengan bahan baku 95 % berupa kayu jati dengan teknologi pemasangan sistem “knoc-down” (bongkar pasang tanpa paku). Merupakan seni ukir 4 dimensi dari perpaduan seni ukir Hindu, Persia (Islam), Cina, dan Eropa, dengan tetap ada nuansa ragam hias asli Indonesia. Keunikan Rumah Adat Kudus yang juga cukup menarik untuk dicermati adalah kandungan nilai-nilai filosofis yang direfleksikan rumah adat ini.
Bentuk ukiran dan motif ragam hias ukiran, misalnya : pola kala dan gajah penunggu, rangkaian bunga melati (sekar rinonce), motif ular naga, buah nanas (sarang lebah), motif burung phoenix, dan lain-lain.
Tata letak rumah adat, misalnya arah hadap rumah harus ke selatan, dengan maksud agar pemilik rumah tidak memangku G. Muria (yang terletak di sebelah utara) sehingga tidak memperberat kehidupan sehari-hari.
Tata ruang rumah adat
·         Jogo satru / ruang tamu dengan soko geder-nya / tiang tunggal sebagai simbol bahwa Allah SWT itu Tunggal/Esa dan penghuni rumah harus senantiasa beriman dan bertakwa kepada-Nya
·         Gedhongan dan senthong / ruang keluarga dengan 4 buah soko guru-nya. Tiang berjumlah 4 sebagai penyangga utama bangunan rumah melambangkan agar penghuni rumah menyangga kehidupannya sehari-hari dengan mengendalikan 4 sifat manusia : amarah, lawamah, shofiyah, dan mutmainnah
·         Pawon / dapur
·         Pakiwan (kamar mandi) sebagai simbol agar manusia membersihkan diri baik fisik maupun rohani
·         Tanaman di sekeliling pakiwan, misalnya pohon belimbing, yang melambangkan 5 rukun Islam. pandan wangi, sebagai simbol rejeki yang harum / halal dan baik,bunga melati, yang melambangkan keharuman, perilaku baik dan berbudi luhur, serta kesucian abadi.
Tata Cara Perawatan Rumah Adat Kudus
Kekhasan (keunikan) Rumah Adat Kudus yang juga cukup menarik adalah tatacara perawatan rumah adat yang dilakukan oleh masyarakat pemiliknya sendiri dengan cara tradisional dan turun-temurun dari generasi ke generasi. Jenis bahan dasar yang digunakan untuk perawatan Rumah Adat Kudus merupakan ramuan yang diperoleh berdasarkan pengalaman empiris pemiliknya, yaitu ramuan APT (Air pelepah pohon Pisang dan Tembakau) dan ARC (Air Rendaman Cengkeh). Ramuan ini terbukti efisien dan efektif mampu mengawetkan kayu jati, bahan dasar Rumah Adat Kudus, dari serangan rayap (termite) dan sekaligus meningkatkan pamor dan permukaan kayu menjadi lebih bersih, karena ramuan APT dan ARC dioleskan berulang-ulang ke permukaan dan komponen-komponen bangunan kayu jati.
                                                                                           

Wisata Budaya Menara Kudus

Menara Kudus adalah bangunan tua yang terbuat dari batu bata merah berbentuk Menara yang merupakan hasil akulturasi kebudayaan Hindu-Jawa dan Islam. Menara Kudus bukanlah bangunan bekas Candi Hindu melainkan menara yang dibangun pada zaman kewalian / masa transisi dari akhir Kerajaan Majapahit beralih ke zaman Kerajaan Islam Demak. Bentuk konstruksi dan gaya arsitektur Menara Kudus mirip dengan candi-candi Jawa Timur di era Majapahit sampai Singosari misalnya Candi Jago yang menyerupai menara Kulkul di Bali. Menara Kudus menjadi simbol “Islam Toleran” yang berarti Sunan Kudus menyebarluaskan agama Islam di Kudus dengan tetap menghormati pemeluk agama Hindu-Jawa yang dianut masyarakat setempat.
Diperkirakan Menara Kudus ini berasal dari abad 16, dibangun oleh Syeh Ja’far Shodiq (Sunan Kudus, salah seorang dari Wali Songo). Ditiang atap Menara terdapat sebuah candrasengkala yang berbunyi "Gapura rusak ewahing jagad". Menurut Prof. DR RM Soetjipto Wirjosoepano, candrasengkala ini menunjukkan Gapuro ( 6 ), Rusak ( 0 ), Ewah ( 6 ) dan Jagad ( 1 ) yang di dalam bahasa jawa dibaca dari belakang sehingga menjadi 1609 yang bermakna Menara dibangun pada tahun Jawa 1609 atau 1685 M.
Wisata Budaya Festival Patiayam
Festival Patiayam merupakan kegiatan yang bertujuan untuk menghidupkan kembali aktivitas budaya masyarakat Patiayam dalam mendukung pengembangan Situs Patiayam. Kegiatan ini dilatarbelakangi oleh keberadaan situs Patiayam yang merupakan lokasi penemuan kehidupan prasejarah berupa fosil fauna dan manusia purba.




Rangkaian pada festival ini adalah:
  1. Selamatan Sendang dan pengambilan air
  2. Kirab bibit tanaman
  3. Pagelaran Wayang Dongeng
  4. Parade Puisi
  5. Pentas Rebana
  6. Sendra Tari Tradisional
  7. Drama
  8. Pemutaran film dokumentasi Patiayam
  9. Pemutaran film dokumentasi proses Festival Patiayam
  10. Penanaman bibit

Patiayam merupakan situs purba di Pegunungan Patiayam yang terletak di Dukuh Patiayam, Desa Terban, Kecamatan Jekulo, Kabupaten Kudus Situs purba Patiayam memiliki persamaan dengan situs purba Sangiran, Trinil, Mojokerto dan Nganjuk. Sejumlah fosil binatang purba ditemukan penduduk setempat seperti kerbau, gajah, dan tulang lain. 
Wisata Budaya Museum Kretek
Museum Kretek terletak sekitar 3 km ke arah selatan dari pusat kota Kudus, tepatnya di Desa Getas Pejaten Kecamatan Jati Kudus. Museum Kretek dibangun sebagai simbol Kota Kudus sebagai Kota Kretek menyimpan berbagai peralatan dan mesin-mesin tradisional pembuatan rokok kretek dan rokok klobot serta sarana promosi rokok pada masa itu. Disamping itu ada diorama yang menggambarkan proses penanaman dan pengolahan bahan baku rokok kretek (tembakau, cengkeh, dan klobot jagung).
Museum ini diresmikan pada 3 Oktober 1986 oleh Menteri Dalam Negeri. Museum kretek merupakan tempat untuk merekonstruksi sejarah industri rokok Kudus dari era kejayaan Raja Rokok Kretek Kudus Niti Semito yang terkenal dengan cap Bal Tiga sampai dengan perkembangan industri rokok Kudus era modern sekarang ini.
Di kompleks museum juga terdapat rumah adat Kudus dan fasilitas bermain anak-anak diantaranya adalah waterboom dan kolam arus.
Wisata Budaya Situs Purbakala Patiayam
Pegunungan Pati Ayam terletak Di Desa Terban, Kecamatan Jekulo, Kudus. Di sana terdapat gading gajah purba, gigi geraham nenek moyang (Homo Erectus), etc. Situs Patiayam termasuk salah satu situs Homonid Kala Plestosen di Jawa. Sang primadona di situs patiayam ini adalah Stegodon Trigonochepalus.
Pada tahun 2006 dilakukan penelitian yang menghasilkan temuan-temuan berupa fosil Suidae, Chelonidae, dan Moluska. Selanjutnya pada tahun 2007 dilakukan penggalian di lokasi G. Nangka dan penemuan alat-alat batu di Sungai Kancilan. Tahun 2008 dilakukan identifikasi terhadap fosil-fosil berupa :
  1. Bovidae (banteng, kerbau) 
  2. Cervidae (rusa, kijang) 
  3. Chelonidae (kura-kura) 
  4. Crocodilus (buaya)
  5. Elephantidae (Gajah) 
  6. Felidae (Macan, harimau)
  7. Rhinoceroti dae (Badak) 
  8. Stegodon (Gajah Purba) 
  9. Suidae (Babi Hutan)
  10. Testunidae Tridacna (Kerang Laut)
  11. Hipopotamidae (Kuda Nil)
  12. Hominidae (Manusia Purba)



Wisata Budaya Tari Kretek
Tari Kretek merupakan seni pertunjukan tari tradisional masyarakat di Kota Kudus. Kota Kudus terkenal sebagai kota kretek, karena banyak pabrik kretek berdiri disini. Tari Kretek menggambarkan proses pembuatan rokok kretek tradisional. Para penari memakai kain kebaya, selendang bergaris hitam dengan topi lebar sambil membawa tampah sebagai tempat tembakau.
Gerakan yang ditampilkan meliputi :
  1. Menyiapkan bahan baku
  2. Mencampur tembakau, cengkih dan saus
  3. Melinting rokok
  4. Merapikan rokok (mbatil)
  5. Mengemas rokok
  6. Memasarkan hasil produksi
































1.     Mengenal Sejarah makam Rejenu
Di  wilayah desa Japan  terdapat sebuah makam seorang wali yang di banyak dikunjungi para peziarah baik dari masyarakat sekitar maupun dari luar kabupaten kudus . Makam tersebut dianggap bertuah bagi masyarakat pada umumnya. Banyak pendatang dari segala penjuru kota berbondong-bondong berziarah di makam tersebut untuk berdoa dan bermunajad kepada Allah dengan berbagai berbagai tujuan.
Dari sumber yang dapat di percaya, konon pada zaman dahulu sekitar tahun 1922 M ada 3 orang musafir dari arab sedang mencari makam leluhur. Mereka mencari makam tersebut mulai dari Banten, Cirebon, Pekalongan, Demak dan sampailah di Kudus. Tetapi belum juga menemukan apa yang mereka cari. Sampai suatu ketika mereka ingin mencarinya ke gunung muria mungkin ada, tetapi mereka kemalaman diperjalanan dan akhirnya beristirahat disebuah masjid di desa piji dan bertemu seorang kyai. Mereka berbincang-bincang tentang apa tujuan 3 orang musafir tersebut. Kemudian kyai tersebut menyarankan untuk mencarinya ke gunung muria, tetapi tetap tidak ada. Ada seorang laki-laki tua  yang mengatakan bahwa di rejenu ada sebuah makam kuno tetapi tidak tahu makam siapa. Mendengar cerita tersebut, menjadikan 3 orang musafir sangat penasaran. Maka di carilah ke rejenu.
 Di bawah pohon besar yang sangat tua itulah terdapat makam kuno yang di anggap petuah. Kemudian di ambil tanah makam tersebut oleh 3 orang musafir tersebut dengan membacakan takbir 3x. Subhanaallah dengan bacaan takbir, 3 orang musafir tersebut mengetahui siapa yang menghuni makam itu. Dan ternyata makam yang di ceritakan seorang laki-laki tua itu adalah makam leluhurnya yang selama ini dicarinya.
Masyarakat sekitar biasa memanggilnya Syeh Sadli yang berasal dari bahasa arab “ Syeh Khasan Sadzali”. Ternyata makam Syeh Sadzali ratusan tahun lebih dulu ada dari pada makam Walisongo yang ada di Pulau Jawa. Menurut juru kunci makam Rejenu, Syeh Sadzali adalah seorang guru dari Sunan Muria Kangjeng Raden Umar Sa’id. Tetapi opini tersebut belum bisa di lacak kebenarannya.

2.     Tradisi di makam Rejenu

Bukak Luwur
Makam Syeh Sadzali mulai ramai diziarahi masyarakat sekitar tahun 80an dan jalan menuju kesana pada waktu itu masih berupa semak-semak belukar. Lama kelamaan mulai dibangun  jalan dan akhirnya dibuatkan rabat beton dan bisa dilalui kendaraan roda dua. Sehingga para peziarah bisa sampai ke makam tersebut dengan menggunakan jasa ojek. Seperti makam-makam wali yang lain, dimakam Syeh Sadzali terdapat sebuah tradisi yang di laksanakan setiap setahun sekali yaitu ‘Bukak Luwur’. Bukak luwur adalah tradisi mengganti selambu putih(mori) yang menyelimuti seluruh makam. bukak luwur Syeh Sadzali di laksanakan pada tanggal 25 Syura. Mengapa tanggal demikian???? Karena tanggal tersebut telah menjadi kesepakatan para tokoh masyarakat atas petunjuk dari para kyai/ulama’ besar. Pada acara khaul/bukak luwur tersebut diadakan berbagai kegiatan seperti halnya pengajian, khatam Al-Qur’an, tahlil, kenduren nasi tumpeng.
Uniknya kelambu atau kain putih bekas penutup makam tersebut menjadi rebutan masyarakat karena untuk mendapatkan “berkah” dari wali yang bersangkutan. Masyarakat meyakini bahwa atsar doa dari para peziarah menempel pada kain luwur tersebut.
Air 3 Rasa


Selain terdapat makam Syeh Sadzali, di rejenu juga terdapat 3 buah kolam kecil yang berisi air yang sangat jernih. Yang menjadikan kolam itu beda adalah rasa yang berbeda-beda. Mengapa bisa demikian???  Sampai sekarang bukti yang jelas belum bisa di temukan. Tetapi menurut alamiah  kolam tersebut telah tercampur dengan getah dari akar pohon-pohon yang ada di atasnya, sehingga bisa menimbukan rasa yang bermacam-macam.


Anehnya di samping air 3 rasa tersebut juga terdapat air yang biasa digunakan untuk wudlu tetapi rasanya tawar.

Tradisi/kebiasaan masyarakat sekitar ataupun peziarah yang datang ke rejenu tidak afdhol jika tidak mencicipi atau mengambil air 3 rasa tersebut. Menurut kepercayaan, air tersebut berkhasiat menyembuhkan segala penyakit. Yang paling hebatnya air tersebut tidak pernah habis walaupun pada musim kemarau, dan jika diambil airnya rasanya tidak akan pernah hilang sampai berbulan-bulan. Tetapi semua hanya tergantung niat dan kepercayaan masing-masing kepada Allah SWT yang telah menciptakan segalanya di dunia ini. Kita patut bersyukur atas segala apa yang telah diberikan kepada kita semua.







Tugas Individu:
SEJARAH KEBUDAYAAN KABUPATEN KUDUS (JAWA TENGAH)

Oleh:


PRODI PEND. IPS TERPADU
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
TAHUN AKADEMIK
2012/2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah ”Sejarah Kebudayaan Kabupaten Kudus (Jawa Tengah) tepat pada waktunya.
Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Dosen Mata Kuliah Kapita Selekta Sejarah Kebudayaan Indonesia.
Atas segala bantuan, bimbingan dan pengarahan yang telah diberikan kepada penulis selama melakukan Penulisan hingga selesainya penyusunan Makalah ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa Makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik membangun dari berbagai pihak untuk kesempurnaan Makalah ini.
Akhirnya penulis berharap semoga Makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan terutama di bidang Pendidikan IPS.


Makassar, Oktober  2012

 Penyusun






PEMBAHASAN
A.    TENTANG KABUPATEN KUDUS
Nama "Kudus" berasal dari Bahasa Arab yang berarti suci. Sebagian besar wilayah Kabupaten Kudus adalah dataran rendah. Di sebagian wilayah utara terdapat pegunungan (yaitu Gunung Muria), dengan puncak Gunung Saptorenggo (1.602 m dpl), Gunung Rahtawu (1.522 m dpl), dan Gunung Argojembangan (1.410 m dpl). Sungai terbesar adalah Sungai Serang yang mengalir di sebelah barat, membatasi Kabupaten Kudus dengan Kabupaten Demak. Kudus dibelah oleh Sungai Gelis di bagian tengah sehingga terdapat istilah Kudus Barat dan Kudus Timur.
Kabupaten Kudus terdiri atas 9 kecamatan, yang dibagi lagi atas 123 desa dan 9 kelurahan. Pusat pemerintahan berada di Kecamatan Kota Kudus. Kudus merupakan kabupaten dengan wilayah terkecil dan memiliki jumlah kecamatan paling sedikit di Jawa Tengah. Kabupaten Kudus terbagi menjadi 3 wilayah pembantu bupati (kawedanan), yaitu: (1) Kawedanan Kota (Kec. Kota, Jati dan Undaan). (2) Kawedanan Cendono (Kec. Bae, Dawe, Gebog dan Kaliwungu). (3) Kawedanan Tenggeles (Kec. Mejobo dan Jekulo).
B.     KEBUDAYAAN KABUPATEN KUDUS
Wisata Budaya Ampyang
Warga Loram Kulon, Kecamatan Jati, Kabupaten Kudus mempunyai tradisi unik dalam memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW. Tradisi itu dinamakan Ampyang dengan menyajikan makanan yang dihiasi dengan "ampyang" atau krupuk yang diarak keliling desa, sebelum menuju ke Masjid Wali At Taqwa di Desa Loram Kulon. 
Peserta kirab tradisi ampyang terdiri dari, kelompok pelajar dari sejumlah sekolah tingkat SLTP, SLTA, TK, aktivis mushola, organisasi massa dan pengusaha lokal yang membawakan pertunjukkan kesenian. 

Seusai diarak, ampyang diserahkan ke pengurus mesjid untuk dikumpulkan dan didoakan. Acara selanjutnya adalah membagikan sesaji tersebut ke masyarakat. Diharapkan dengan adanya tradisi ini masyarakat tetap instropeksi diri dan berperilaku yang mencerminkan sifat-sifat yang dimiliki Nabi Muhammad. 

Wisata Budaya Dandangan

Dandangan merupakan tradisi menyambut datangnya Bulan Ramadhan yang dilaksanakan di sekitar Menara Kudus. Dandangan sendiri diambil dari suara bedug menara Kudus yang berbunyi dang dang dang dang. Tradisi ini sudah berlangsung sejak Sunan Kudus. 
Puncak acara adalah pada malam 1 Ramadhan dimana masyarakat berkumpul di sekitar Masjid Menara Kudus untuk mendengarkan pengumuman dan bedug yang dipukul bertalu-talu sebagai tanda dimulainya ibadah puasa keesokan harinya. 
Banyaknya masyarakat yang berkumpul tersebut dimanfaatkan para pedagang kecil dan mainan anak-anak untuk menjajakan dagangannya. Waktu yang paling ramai dikunjungi adalah malah hari, dimana pengunjung terdiri dari orang dewasa dan anak-anak. Tradisi ini dimulai pelaksanaan 7 hari sebelum Ramadhan.

Wisata Budaya Kupatan

Kupatan merupakan salah satu tradisi Jawa yang berlangsung seminggu setelah Hari Raya Idul Fitri. Dinamakan Kupatan karena pada hari itu, yakni hari ke-7 setelah perayaan 1 Syawal masyarakat membuat kupat (ketupat). Tradisi ini sangat terasa jika kita berada di kota Kudus, Jepara, Pati, Demak, Kendal, dan beberapa daerah terutama di pantura. 
Pada hari Bakda Kupatan itu, sebagian masyarakat Kudus, Jepara, dan sekitar merayakannya dengan mengunjungi tempat-tempat tertentu, misalnya Bulusan di Kudus, Pantai Kartini dan Bandengan di Jepara. Tempat tersebut sampai sekarang masih menjadi tempat favorit untuk menghabiskan Hari Raya Kupatan.Bulusan Kudus, oleh sebagian orang dipercaya sebagai tempat ritual pemandian dengan harapan mendapatkan jodoh bagi muda-mudi. Bulusan menurut cerita rakyat merupakan tempat Sunan Muria kali pertama mengeluarkan fatwa (sabda/ dhawuh): jeg kula wonten mriki sampun wonten. Kata-kata inilah yang konon menjadi nama daerah Jekulo (sekarang nama kecamatan dan desa di kabupaten Kudus ). 
Konon dulu bulus-bulus (kura-kura) itu adalah penjelmaan orang-orang yang tidak mematuhi dhawuh Sunan Muria, yang setiap lewat daerah itu, Sunan Muria memberikan makanan pada bulus-bulus itu. Namun sekarang bulusnya sudah tidak ada. Acara di Desa Colo, Kecamatan Dawe Kudus itu sejak 2009 ini adalah tahun ketiga memperingati tradisi Kupatan dengan merayakan upacara seribu kupat yang telah tercatat dalam rekor Muri. Seribu ketupat diarak sekeliling Colo menuju makam Sunan Muria, kemudian dibacakan doa oleh ulama dan kemudian ketupat itu dibagikan kepada masyarakat, yang biasanya saling berebut ketupat karena sebagian memercayai bisa membawa berkah.
Tidak diketahui persis kapan mulai tumbuh dan berkembangnya tradisi dan apa makna filosofi dari perayaan tersebut. Ada yang berpendapat bahwa Kupatan merupakan hari rayanya orang yang berpuasa 6 hari pada seminggu setelah Lebaran hari pertama (tanggal 2-7 Syawal). 
Pendapat lain mengatakan bahwa kupatan adalah berasal dari kata ngaku lepat, artinya mengaku salah. Kupatan berarti (ngaku) kalepatan, mengakui pernah berbuat salah. Apapun makna dan filosofinya, Kupatan merupakan bagian tradisi yang penuh dengan nuansa khususnya Jawa. Kupatan telah menjadi Hari Raya yang ke-2 pada bulan Syawal setelah Idul Fitri. Secara sosiologis, seolah Kupatan telah mengajarkan arti pentingnya saling bertemu dan saling mengakui kesalahan serta memaafkan satu dengan yang lainnya.
Dalam filosofi Jawa Kupatan bukan hanya sebuah tradisi Lebaran dengan menghidangkan ketupat, sejenis makanan atau beras yang dimasak dan dibungkus daun janur berbentuk prisma maupun segi empat sebab Kupatan memiliki makna dan filososi mendalam. Tradisi itu berangkat dari upaya-upaya Walisongo memasukkan ajaran Islam. Karena zaman dulu orang Jawa selalu menggunakan simbol-simbol tertentu, akhirnya Walisongo memanfaatkan cara tersebut sehingga tradisi itu menggunakan simbol janur atau daun kelapa muda berwarna kuning.  
Salah satu pertimbangannya adalah janur biasa digunakan masyarakat Jawa dalam suasana suka cita. Umumnya, dipasang saat ada pesta pernikahan atau momen yang menggembirakan. Janur dalam bahasa Arab berasal dari kata ja a nur atau telah datang cahaya. Sebuah harapan cahaya menuju rahmat Allah, sehingga terwujud negeri yang makmur dan penuh berkah. Sedangkan isinya, dipilih beras kualitas terbaik yang dimasak jadi satu sehingga membentuk gumpalan beras yang sangat kempel. Ini pun memiliki makna tersendiri, yakni kebersamaan dan kemakmuran.
Dari sisi bahasa, kupat berarti ngaku lepat atau mengakui kesalahan. Berkaitan  dengan momen Lebaran, Kupatan mengusung semangat saling memaafkan, semangat tobat pada Allah dan sesama manusia. Dengan harapan, tidak akan lagi menodai dengan kesalahan pada masa depan. 
Kupat dalam bahasa Arab adalah bentuk jamak dari kafi, yakni kuffat yang berarti sudah cukup harapan. Jadi, dengan berpuasa satu bulan penuh pada bulan Ramadan, kemudian Lebaran 1 Syawal, dan dilanjutkan dengan puasa sunah enam hari Syawal, maka orang-orang kuffat , merasa cukup ibadahnya, sebagaimana Hadis Nabi, dan hal itu bagaikan berpuasa selama satu tahun penuh. 

Wisata Budaya Buka Luwur

Buka Luwur adalah upacara penggantian luwur atau kain mori yang digunakan untuk membungkus jirat, nisan, dan cungkup makam Sunan Kudus. Acara yang dilaksanakan setiap tanggal 10 Muharram itu sebenarnya acara pemasangan luwur yang baru. Buka luwurnya sendiri, sejak 6 tahun terakhir, dilakukan pada tiap tanggal 1 Muharram. Sebenarnya tanggal itu bukan tanggal wafat Sunan Kudus karena tidak ada yang mengetahuinya secara pasti. 
Upacara Buka Luwur setiap tahunnya memiliki serangkaian ritus. Jamas keris atau mencuci keris pusaka Sunan Kudus merupakan bagian dari ritus awal. Penjamasan Keris luk sembilan Kiai Cinthoko atau sering disebut Kiai Cipthoko, jatuh pada setiap hari Senin atau Kamis pertama setelah hari Tasyriq (tanggal 11-13 Dzul Hijjah). Air yang digunakan untuk menjamas adalah air rendaman merang ketan hitam, dan penjemurannya pun di atas brambut ketan hitam pula. Dan seusai penjamasan dihidangkan suguhan atau banca'an berupa jajan pasar. Konon, selama proses penjamasan keris pusaka Sunan Kudus ini, keadaan cuaca selalu timbreng, yakni cuaca tidak dalam keadaan terik matahari dan tidak pula mendung, apalagi hujan. 

Ritus yang cukup penting adalah membuka kain mori makam Sunan Kudus. Acara membuka luwur itu dilakukan pada tanggal 1 Muharram. Sejak tanggal itu sampai dengan puncak acara pemasangan luwur baru, diwarnai dengan berbagai ritus. Pada malam tanggal 9 Muharram digelar acara terbangan dan pembacaan Kitab Barzanji atau Maulid Nabi, dan diakhiri dengan Do'a Rasul. Pagi harinya, yaitu tanggal 9 Muharram pagi, dilakukan khataman al-Qur'an bi al-ghaib, dan dilanjutkan dengan penyembelihan hewan seperti kerbau dan kambing sumbangan dari masyarakat yang akan dibagikan kembali kepada masyarakat. 
Pada malam tanggal 10 Muharram digelar tahlil dan pengajian umum. Puncak acara Buka Luwur adalah pada tanggal 10 Muharram, yaitu pemasangan luwur baru. Acara Buka Luwur yang berpusat di Tajug (joglo tempat penerimaan tamu) itu dilakukan dengan beberapa prosesi, di antaranya adalah pembacaan riwayat Sunan Kudus, dilanjutkan dengan pembacaan kalimat tasbih bersama-sama. Rangkaian prosesi di Tajug ini diakhiri dengan pemasangan luwur baru dan ditutup dengan pembacaan tahlil berikut doanya. Pada hari yang sama, masyarakat ikut “berpesta” dengan memperebutkan makanan berupa nasi dan daging yang dibungkus daun jati.

Wisata Budaya Pakaian Adat Kudus

Pakaian Adat Wanita
·         Caping Kalo
·         Baju kurung beludru
·         Jarik/Sinjang Laseman
·         Selendang Tohwatu
·         Selop kelompen
·         Aksesoris kepala dan leher yaitu sanggul besar dengan cunduk mentul berjumlah lima atau tiga buah, Suweng beras kecer atau suweng babon angkrem, kalung (sangsang) robyong berjuntai lima (5) atau berjuntai sembilan (9), menghiasi leher sampai dengan dadanya, kancing peniti dari keping mata uang: ece, ukon, rupih atau ringgit, gelang lungwi, cincin Sigar Penjalin
Pakaian Adat Pria
·         Blangkon gaya Surakarta
·         Beskap Kudusan
·         Jarik Laseman
·         Selop alas kaki
·         Ikat pinggang atau Timang
·         Keris motif Gayaman atau ladrangan
Nilai Filosofis
Caping kalo tutup kepala bentuknya bulat melambangkan bahwa setiap manusia wajib berpasrah diri secara bulat dan untuk kepada Sang Maha Pencipta, Allah S.W.T, Caping Kalo : melambangkan manusia supaya mampu menutup telinga (nacapi kuping), terhadap suara-suara negatif yang merugikan kehidupan, sebab disana banyak segala kemungkinan ( kae-lhoooooo [dalam bahasa Indonesia artinya : disana lho] ) yang perlu diwaspadai.

Kalung robyong berjuntai lima atau Sembilan melambangkan bawalah kemana saja (kalungake; Jw.) sebagai pegangan hidup yaitu lima rukun Islam, yang diajarkan oleh para wali di tanah Jawa (Wali Songo), tentang Iman dan Islam. Lakukanlah secara berobyong (kebersamaan seiman guna mencapai kebahagiaan dunia/akhirat).
Kancing peniti berupa uang emas direnteng melambangkan bahwa manusia harus menghargai nilai-nilai iman sampai ke dalam relung hati, kancinglah (kuncilah/tutuplah) segala sesuatu yang biasanya menggoda hati manusia dan menghancurkan manusia. Terimalah dengan senang hati bila dihinakan (diece-kancing-ece), teguhlah kepada berbagai cita-cita mulia (rupi-rupi-pengarah-kancing rupiah Jw.), agar nilai hidupmu tetap bernilai tinggi, lebih tinggi dari uang ringgit emas di dadamu.
Gelang Lungwi melambangkan Pagari dan ikatlah kedua tanganmu seerat dan sekuat tali lungwi, yaitu tali tampar yang terbuat dari kulit bambu apus agar tanganmu terkendali dan tidak terjerumus melakukan perbuatan tercela, yang meskipun secara lahiriah tampak menguntungkan, tetapi sebenarnya manusia tertipu (kapusan-pringapus).Berbuatlah engkau seperti elungnya uwi (pucuk jalur tanaman ubi), selalu merunduk meskipun berusaha berdiri. Kaum muda harus waspada karena masih hijau pengalamannya (pucuk elung uwi hijau muda), karena setiap kelengahan akan mudah patah (masih muda/lunak) dan kahirnya pasti merugi.

Gelung Sanggul Bercunduk Mentul melambangkan janganlah mahligai dirimu tidak terawat, aturlah dengan kebulatan tekad pasrahmu dan sisipkan angan citamu perbuatan yang mikolohi serta cundhuk (sesuai) dengan mentul merunduknya imanmu. Jadikanlah tingkah lakumu yang membuat mentul, bijaksana serta adil.
Keris pusaka melambangkan disengker cikben ora miris. Pusaka piyandel harus selalu melekat pada tubuh manusia, agar tidak mengalami keraguan atau ketakutan dan guna memperoleh ketenangan jiwa bawalah pusaka. Yang paling ampuh ialah kalimat syahadat.. Janganlah manusia lepas dari kalimat syahadat karena bila terlepas bisa menghantarkan manusia ke neraka.Bersikaplah gagah kesatria, karena pusaka sudah melekat pada tubuhmu.

Jam Gandul Berantai Emas jam melambangkan petunjuk tentang waktu, seharusnya tidak boleh menunda waktu ibadah lima waktu dimana saja, jaga aja nganti kesundhul (gandhul) wektu amarga kena godha rentengana ngoyak bondho (emas).Tegasnya demi waktu janganlah ibadah menjadi tertunda akibat terlilit oleh harta benda.
Blangkon/ikat kepala memberikan peringatan kepada manusia agar bersikap lebih terbuka dan jangan suka memberi perintah kepada orang lain (blakblakan lan aja tukang sepakon atau blangkon). Lindungilah otakmu dari semua gangguan, ikatlah seerat mungkin tekadmu demi kebagusan (kebaikan).
Suweng Beras Kecer/Babon Angkrem memberi peringatan kepada manusia agar jangan berbuat gegabah jangan tergesa-gesa berbuat meskipun dibakar oleh santer/kekerasannya suara dan informasi yang membangkitkan amarah. (Suweng = aja kesusu ngaweng/nyabet, sanajan beda laras, hammangkelake lan ngekecer wirang).Tutuplah telinga rapat-rapat dan redamlah suara negatif meskipun menyakitkan hati, karena semua cercaan, hinaan, cemoohan dan ejekan adalah pundi-pundi kebahagiaan.
Wisata Budaya Rumah Adat Kudus
Rumah Adat Kudus, yang menurut kajian historis-arkeologis, telah ditemukan pada tahun 1500 – an M, dibangun dengan bahan baku 95 % berupa kayu jati dengan teknologi pemasangan sistem “knoc-down” (bongkar pasang tanpa paku). Merupakan seni ukir 4 dimensi dari perpaduan seni ukir Hindu, Persia (Islam), Cina, dan Eropa, dengan tetap ada nuansa ragam hias asli Indonesia. Keunikan Rumah Adat Kudus yang juga cukup menarik untuk dicermati adalah kandungan nilai-nilai filosofis yang direfleksikan rumah adat ini.
Bentuk ukiran dan motif ragam hias ukiran, misalnya : pola kala dan gajah penunggu, rangkaian bunga melati (sekar rinonce), motif ular naga, buah nanas (sarang lebah), motif burung phoenix, dan lain-lain.
Tata letak rumah adat, misalnya arah hadap rumah harus ke selatan, dengan maksud agar pemilik rumah tidak memangku G. Muria (yang terletak di sebelah utara) sehingga tidak memperberat kehidupan sehari-hari.
Tata ruang rumah adat
·         Jogo satru / ruang tamu dengan soko geder-nya / tiang tunggal sebagai simbol bahwa Allah SWT itu Tunggal/Esa dan penghuni rumah harus senantiasa beriman dan bertakwa kepada-Nya
·         Gedhongan dan senthong / ruang keluarga dengan 4 buah soko guru-nya. Tiang berjumlah 4 sebagai penyangga utama bangunan rumah melambangkan agar penghuni rumah menyangga kehidupannya sehari-hari dengan mengendalikan 4 sifat manusia : amarah, lawamah, shofiyah, dan mutmainnah
·         Pawon / dapur
·         Pakiwan (kamar mandi) sebagai simbol agar manusia membersihkan diri baik fisik maupun rohani
·         Tanaman di sekeliling pakiwan, misalnya pohon belimbing, yang melambangkan 5 rukun Islam. pandan wangi, sebagai simbol rejeki yang harum / halal dan baik,bunga melati, yang melambangkan keharuman, perilaku baik dan berbudi luhur, serta kesucian abadi.
Tata Cara Perawatan Rumah Adat Kudus
Kekhasan (keunikan) Rumah Adat Kudus yang juga cukup menarik adalah tatacara perawatan rumah adat yang dilakukan oleh masyarakat pemiliknya sendiri dengan cara tradisional dan turun-temurun dari generasi ke generasi. Jenis bahan dasar yang digunakan untuk perawatan Rumah Adat Kudus merupakan ramuan yang diperoleh berdasarkan pengalaman empiris pemiliknya, yaitu ramuan APT (Air pelepah pohon Pisang dan Tembakau) dan ARC (Air Rendaman Cengkeh). Ramuan ini terbukti efisien dan efektif mampu mengawetkan kayu jati, bahan dasar Rumah Adat Kudus, dari serangan rayap (termite) dan sekaligus meningkatkan pamor dan permukaan kayu menjadi lebih bersih, karena ramuan APT dan ARC dioleskan berulang-ulang ke permukaan dan komponen-komponen bangunan kayu jati.
                                                                                           

Wisata Budaya Menara Kudus

Menara Kudus adalah bangunan tua yang terbuat dari batu bata merah berbentuk Menara yang merupakan hasil akulturasi kebudayaan Hindu-Jawa dan Islam. Menara Kudus bukanlah bangunan bekas Candi Hindu melainkan menara yang dibangun pada zaman kewalian / masa transisi dari akhir Kerajaan Majapahit beralih ke zaman Kerajaan Islam Demak. Bentuk konstruksi dan gaya arsitektur Menara Kudus mirip dengan candi-candi Jawa Timur di era Majapahit sampai Singosari misalnya Candi Jago yang menyerupai menara Kulkul di Bali. Menara Kudus menjadi simbol “Islam Toleran” yang berarti Sunan Kudus menyebarluaskan agama Islam di Kudus dengan tetap menghormati pemeluk agama Hindu-Jawa yang dianut masyarakat setempat.
Diperkirakan Menara Kudus ini berasal dari abad 16, dibangun oleh Syeh Ja’far Shodiq (Sunan Kudus, salah seorang dari Wali Songo). Ditiang atap Menara terdapat sebuah candrasengkala yang berbunyi "Gapura rusak ewahing jagad". Menurut Prof. DR RM Soetjipto Wirjosoepano, candrasengkala ini menunjukkan Gapuro ( 6 ), Rusak ( 0 ), Ewah ( 6 ) dan Jagad ( 1 ) yang di dalam bahasa jawa dibaca dari belakang sehingga menjadi 1609 yang bermakna Menara dibangun pada tahun Jawa 1609 atau 1685 M.
Wisata Budaya Festival Patiayam
Festival Patiayam merupakan kegiatan yang bertujuan untuk menghidupkan kembali aktivitas budaya masyarakat Patiayam dalam mendukung pengembangan Situs Patiayam. Kegiatan ini dilatarbelakangi oleh keberadaan situs Patiayam yang merupakan lokasi penemuan kehidupan prasejarah berupa fosil fauna dan manusia purba.




Rangkaian pada festival ini adalah:
  1. Selamatan Sendang dan pengambilan air
  2. Kirab bibit tanaman
  3. Pagelaran Wayang Dongeng
  4. Parade Puisi
  5. Pentas Rebana
  6. Sendra Tari Tradisional
  7. Drama
  8. Pemutaran film dokumentasi Patiayam
  9. Pemutaran film dokumentasi proses Festival Patiayam
  10. Penanaman bibit

Patiayam merupakan situs purba di Pegunungan Patiayam yang terletak di Dukuh Patiayam, Desa Terban, Kecamatan Jekulo, Kabupaten Kudus Situs purba Patiayam memiliki persamaan dengan situs purba Sangiran, Trinil, Mojokerto dan Nganjuk. Sejumlah fosil binatang purba ditemukan penduduk setempat seperti kerbau, gajah, dan tulang lain. 
Wisata Budaya Museum Kretek
Museum Kretek terletak sekitar 3 km ke arah selatan dari pusat kota Kudus, tepatnya di Desa Getas Pejaten Kecamatan Jati Kudus. Museum Kretek dibangun sebagai simbol Kota Kudus sebagai Kota Kretek menyimpan berbagai peralatan dan mesin-mesin tradisional pembuatan rokok kretek dan rokok klobot serta sarana promosi rokok pada masa itu. Disamping itu ada diorama yang menggambarkan proses penanaman dan pengolahan bahan baku rokok kretek (tembakau, cengkeh, dan klobot jagung).
Museum ini diresmikan pada 3 Oktober 1986 oleh Menteri Dalam Negeri. Museum kretek merupakan tempat untuk merekonstruksi sejarah industri rokok Kudus dari era kejayaan Raja Rokok Kretek Kudus Niti Semito yang terkenal dengan cap Bal Tiga sampai dengan perkembangan industri rokok Kudus era modern sekarang ini.
Di kompleks museum juga terdapat rumah adat Kudus dan fasilitas bermain anak-anak diantaranya adalah waterboom dan kolam arus.
Wisata Budaya Situs Purbakala Patiayam
Pegunungan Pati Ayam terletak Di Desa Terban, Kecamatan Jekulo, Kudus. Di sana terdapat gading gajah purba, gigi geraham nenek moyang (Homo Erectus), etc. Situs Patiayam termasuk salah satu situs Homonid Kala Plestosen di Jawa. Sang primadona di situs patiayam ini adalah Stegodon Trigonochepalus.
Pada tahun 2006 dilakukan penelitian yang menghasilkan temuan-temuan berupa fosil Suidae, Chelonidae, dan Moluska. Selanjutnya pada tahun 2007 dilakukan penggalian di lokasi G. Nangka dan penemuan alat-alat batu di Sungai Kancilan. Tahun 2008 dilakukan identifikasi terhadap fosil-fosil berupa :
  1. Bovidae (banteng, kerbau) 
  2. Cervidae (rusa, kijang) 
  3. Chelonidae (kura-kura) 
  4. Crocodilus (buaya)
  5. Elephantidae (Gajah) 
  6. Felidae (Macan, harimau)
  7. Rhinoceroti dae (Badak) 
  8. Stegodon (Gajah Purba) 
  9. Suidae (Babi Hutan)
  10. Testunidae Tridacna (Kerang Laut)
  11. Hipopotamidae (Kuda Nil)
  12. Hominidae (Manusia Purba)



Wisata Budaya Tari Kretek
Tari Kretek merupakan seni pertunjukan tari tradisional masyarakat di Kota Kudus. Kota Kudus terkenal sebagai kota kretek, karena banyak pabrik kretek berdiri disini. Tari Kretek menggambarkan proses pembuatan rokok kretek tradisional. Para penari memakai kain kebaya, selendang bergaris hitam dengan topi lebar sambil membawa tampah sebagai tempat tembakau.
Gerakan yang ditampilkan meliputi :
  1. Menyiapkan bahan baku
  2. Mencampur tembakau, cengkih dan saus
  3. Melinting rokok
  4. Merapikan rokok (mbatil)
  5. Mengemas rokok
  6. Memasarkan hasil produksi